Jafar Sidik
Jafar adalah anak ke-3 dari 3 bersaudara. Pekerjaan ayahnya berwiraswasta. Ayah Jafar meninggal ketika jafar berusia lima tahun tapi Jafar sudah sempat mengenal wajahnya. Jafar tinggal bersama kakak sepupu yang berada di Karawang karena ibunya menikah lagi. Karena kakak sepupu Jafar sangat terbatas kehidupan ekonominya, Jafar berinisiatif untuk menggembala kambing orang sebagai usaha paruh hasil. Harapan Jafar dengan usaha ini dapat membantu meringankan beban kakak seupunya. Sekolah Jafar ditempuhnya dengan berjalan kaki kira-kira 4 km. Sebelum berangkat diusahakan bisa sarapan dulu meskipun seadanya.
Fasilitas belajar seperti buku paket hanya dibeli sebagian saja, begitu juga pakaian seragam hanya seadanya, apalagi tas dan sepatu hanya mengandalkan pemberian saudara. Kebutuhan makan cukup meskipun sederhana.
Proses masuk ke PSAA Daarul Hasanah
Informasi tentang Daarul Hasanah diperolehnya dari pak Hasan yaitu pembimbing asrama. Karena pak Hasan melihat semangat belajar Jafar yang tinggi, maka pak Hasan berniat untuk membantu agar sekolahnya bisa berjalan dengan baik, yaitu dengan cara menawarkannya untuk tinggal di panti sosial Daarul Hasanah. Jafar menerima tawaran itu, karena menyadari keadaan ekonomi keluarganya, sedangkan Jafar ingin sekali memiliki masa depan yang lebih baik. Meskipun dengan berat hati harus meninggalkan ibu tercintanya, Jafar berusaha untuk tetap tegar karena ingin meraih cita-citanya yaitu menjadi direktur perusahaan.
Kehidupan setelah berada di PSAA Daarul Hasanah
Jafar cukup disegani oleh teman-temannya dipanti, sehari-hari memang akrab, karena teman-teman itu dianggapnya sebagai saudara, maka Jafar berani minta tolong bila ada keperluan. Pada teman dekatnya Jafar bisa curhat, begitu juga pada para pengurus. Kebutuhan fasilitas belajar dimilikinya dengan lengkap. Jafar merasa nyaman tinggal di panti, oleh sebab itu selama PSAA Daarul Hasanah masih berdiri, maka Jafar yakin akan meraih meraih cita-citanya.